Tugas Proposal
PERANAN PRAJURIT KRATON YOGYAKARTA PADA TAHUN
1970 – 1988
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Sejarah
Dosen Pengampu: Drs. Sri Agus,
M.Pd.
Disusun oleh:
Yunita Listyowati
C 0509033
JURUSAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Militer
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu organ yang harus dimiliki
setiap Negara. Diantara tujuan pokok dibentuknya militer dalam Negara, yaitu
untuk bertempur dan memenangkan peperangan guna mempertahankan eksistensi
sebuah Negara. Oleh karena itu jika diperhatikan hakekat militer berhubungan
dengan tugas yang sebenarnya dalam Negara, yakni melatih diri dan mengadakan
perlengkapan untuk menghadapi ancaman dan gangguan musuh dari luar. Mereka
bertanggung jawab dalam berbagai bidang keamanan dan keselamatan umum. Dengan
demikian terlihat jelas bahwa fungsi pokok antara sipil dengan militer dalam
suatu Negara. Dalam sejarah kebudayaan jawa, dikenal adanya sistem pertahanan
keamanan yang bertugas untuk menjaga keamanan kraton dan masyarakat. Setiap
Negara yang berdaulat, baik yang bersifat kerajaan maupun republik biasanya
mempunyai manggalayudha. Dengan adanya manggalayudha makan setiap Negara
mempunyai tokoh pemimpin yang bertanggung jawab menjaga ketentraman dan
keamanan bangsa dan negaranya. [1]
Sejarah
Kraton Yogyakarta, tidak hanya terbatas pada fisik bangunan ataupun keluarga
kerajaan yang tinggal didalamnya, akan tetapi juga para abdi dalem maupun
prajurit – prajuritnya, mereka adalah orang – orang yang secara sukarela, tanpa
pamrih, penuh loyalitas dan berdedikasi tinggi dalam menjaga keberadaan Kraton.[2]
Keberadaan
prajurit Kraton mempunyai latar belakang sejarah yang panjang, yang telah
melewati berbagai zaman penting. Prajurit kerajaan telah ada sejak ratusan
tahun lalu. Sejak masa kerajaan Mataram Islam awal yang beribukota di Kota
Gedhe dan di Plered, keberadaan abdi dalem prajurit atau prajurit Kraton sudah
nyata dan menjadi bagian penting dari strategi taktik pertahanan militer Negara
kerajaan itu.[3]
Selama
kurang lebih setengah abad sejak didirikannya Kraton Yogyakarta pada tahun 1755
Masehi, kraton memiliki angkatan bersenjata yang cukup kuat. Terdiri atas
pasukan – pasukan infanteri dan kavaleri, dan sudah mempergunakan senjata –
senjata api yang berupa bedil dan meriam disamping senjata – senjata tajam
tradisional seperti, tombak, panah, keris, pedang, dan lain – lain. [4]
Pada
saat pendudukan Jepang tahun 1942, kegiatan parjurit dihentikan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, karena pada saat itu Jepang meminta para prajurit untuk
membantu untuk berperang dengan sekutu. Sultan tidak berkenan, maka prajurit
dibubarkan dan kemudian dihidupkan kembali pada akhir tahun 1969.
Prajurit
Kraton telah mengalami pergeseran dan fungsi. Di masa kerajaan, prajurit benar
- benar berfungsi sebagai prajurit perang. Namun setelah Yogyakarta bergabung
dengan Republik Indonesia, fungsi prajurit dialihkan menjadi prajurit
seremonial yang bertugas pada saat Upacara Garebeg Syawal dan Garebeg Mulud
(Sekaten), serta acara – acara penting
yang diadakan di Kraton Yogyakarta.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, terdapat titik fokus yang hendak
dikaji lebih mendalam. Titik fokus tersebut terumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana perkembangan prajurit Kraton
Yogyakarta pada tahun 1970 – 1988?
2.
Bagaimana peran prajurit Kraton Yogyakarta pada
tahun 1970-1988?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan:
1.
Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
prajurit Kraton Yogyakarta pada tahun 1970 – 1988.
2.
Untuk mengetahui perubahan fungsi prajurit
Kraton Yogyakarta setelah tidak lagi difungsikan sebagai prajurit perang.
D. Manfaat Peneilitian
1.
Sebagai bahan informasi mengenai Prajurit
KratonYogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Sebagai bahan pengetahuan mengenai perubahan
fungsi Prajurit Kraton Yogyakarta.
3.
Diharapkan tulisan ini dapat berguna dalam
rangka memperbanyak tulisan tentang sejarah militer di Indonesia.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini juga memerlukan beberapa
sumber – sumber yang berupa buku atau hasil penulisan sejarah yang sejenis, isi
penulisan tersebut dapat membantu penelitian.
Dalam buku yang berjudul Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan
Nilai Budaya Yang Terkandung Didalamnya yang diterbitkan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta (2009), menjelaskan tentang
keberadaan prajurit kraton yang ada sejak ratusan tahun lalu. Sejak zaman
Kerajaan Mataram Islam awal yang beribukota di Kota Gedhe dan di Plered,
keberadaan abdi dalem prajurit kraton sudah nyata menjadi bagian penting dari
strategi taktik pertahanan militer negara kerajaan itu. Selain itu juga
menceritakan tentang tugas dan fungsi prajurit Kraton Yogyakarta secara lengkap
dari masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I sampai dengan Sultan Hamengku
Bowono IX. Berbagai perubahan yang terjadi dari susunan dan pergeseran yang
sangat penting prajurit Kasultanan Yogyakarta.
Buku Kraton
Yogyakarta: Sejarah, Nasionalisme, & Teladan Perjuangan, Yogyakarta (2009)
karya Djoko Dwiyanto yang berisi penjelasan tentang prajurit Kraton Yogyakarta
walaupun terperinci dan lebih sederhana, namun dapat dijadikan panduan untuk
melengkapi penulisan ini. Buku ini menjelaskan tentang pembinaan prajurit
Kraton Yogyakarta. Selain itu juga menjelaskan tentang prajurit pada masa
Kerajaan Mataram.
F. Metode Penelitian
Dalam
melakukan penelitian menggunakan perangkat metode ilmu sejarah, yaitu:
- Pengumpulan sumber.
- Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber).
- Interprestasi (analisis dan sintensis)
- Penulisan. [5]
Empat
tahapan tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Diharapkan
metode ini membantu memecahkan gejala – gejala kejadian masa lampau secara ilmiah,
untuk menentukan spesifikasi yang berguna dalam usaha untuk memahami sebuah
kenyataan sejarah. Tulisan ini akan diarahkan pada penulisan sejarah militer
dengan metode pendekatan social, politik, dan budaya. Militer pada dasarnya
adalah sarana lain politik. Sebuah kebijakan militer terdapat para prajurit,
kehidupan sosial para prajurit cenderung mempengaruhi kinerja sebuah angkatan
bersenjata. Dilain pihak nilai – nilai budaya masih memegang peranan dalam
suatu organisasi militer di dalam sejarah militer di Indonesia.
Adapun
dalam pencarian data akan menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik antara
lain:
- Studi dokumen
Dokumen
yang dipakai didalam penelitian adalah arsip – arsip pada tahun 1970 – 1988.
- Studi pustaka
Penulisan
ini disamping melakukan studi dokumen, untuk menambah penjelasan – penjelasan
dari studi dokumen maka harus dilakukan sebuah studi pustaka. Studi pustaka
dilakukan di Perpustakaan Kraton Yogyakarta dan dibantu dengan hasil karya
sekunder lainnya. Karya sekunder ini berupa buku – buku, artikel – artikel dan
lain – lain, yang relevan dengan topik penelitian ini. Metode ini merupakan
metode pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari
literature, buku – buku acuan yang ada kaitannya dengan tema yang diteliti. Disamping
untuk mendapatkan konsep dasar yang bersifat teoritis, metode ini berguna
sekali untuk menghindari duplikasi dan untuk menjaring data sekunder lain.
- Teknik Analisis
Analisis
dalam penulisan ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif analitis menggambarkan
sebuah fenomena dengan cirri – cirinya yang terdapat di dalam fenomena tersebut
berdasarkan fakta – fakta yang ada. Setelah itu dari bahan dokumen dan studi
pustaka, tahap selanjutnya adalah diadakan analisis, diinterpretasikan dan
tafsiran isinya apa adanya. Data – data yang diseleksi dari uji kebenarannya
itu adalah kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
- SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
dalam penulisan ini terbagi dalam beberapa bab, yaitu sebagai berikut:
BAB
I : Pendahuluan. Dalam bab ini
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian serta yang terakhir adalah
sistematika penulisan.
BAB
II : Merupakan pembahasan tentang
sejarah dari awal berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta serta awal mula
dibentuknya Prajurit Kraton Kasultanan Yogyakarta.
BAB
III : Membahas tentang seputar
perubahan fungsi Prajurit Kraton Kasultanan Yogyakarta pada tahun – tahun
sebelum prajurit dihidupkan kembali.
BAB
IV : Membahas mengenai peran – peran
Prajurit Kraton Kasultanan Yogyakarta. Bab ini berisi tentang klasifikasi –
klasifikasi prajurit pada tahun 1970 – 1988.
BAB
V : Terdiri dari kesimpulan yang
menjawab dari perumusan masalah dan juga terdapat analisa sejarah yang membahas
penelitian ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang
Sularto. Tashadi.
Risalah Sejarah Dan
Budaya. Yogyakarta:
Balai Penelitian Sejarah dan Budaya Yogyakarta. 1979.
B.
Soelarto. Garebeg Di Kasultanan
Yogyakarta. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1993.
Djoko
Dwiyanto. Kraton Yogyakarta: Sejarah, Nasionalisme,
& Teladan Perjuangan Yogyakarta: Paradigma Indonesia. 2009.
Fredy
Heryanto, Mengenal Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat, Yogyakarta: Warna Grafika. 2003.
K.
R. T. Rintaiswara, K. H. P. Widya Budaya. Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat Pusat Budaya Lama. Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Kuntowijoyo. Pengantar
Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 1997.
Laporan
Akhir (Tim). Kajian Filosofi Dan Nilai
Budaya Prajurit Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan
Budaya. 2008.
S. Margana,
Gerrit Pieter
Rouffaer. Keraton Surakarta
dan Yogyakarta 1769 – 1874. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Yuwono Sri
Suwito. Prajurit Kraton
Yogyakarta Filosofi Dan Nilai Budaya Yang Terkandung Didalamnya.
Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2009.
[1] Djoko Dwiyanto, Kraton Yogyakarta: Sejarah, Nasionalisme,
& Teladan Perjuangan Yogyakarta, Paradigma Indonesia, 2009, hal 312.
[2] Fredy Heryanto, Mengenal Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
Yogyakarta: Warna Grafika, 2003, hlm. 34.
[3] Yuwono Sri Suwito, Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi Dan
Nilai Budaya Yang Terkandung Didalamnya, Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, 2009, hlm. 5.
[4] B. Soelarto, Garebeg Di Kasultanan Yogyakarta,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993, hlm. 88.
[5]
Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta:
Bentang, hlm 95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar