BIOGRAFI THOMAS HOBBES
Thomas Hobbes adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme. Ia dilahirkan pada tanggal 15 April 1588. PemikiranEmpirisme Inti pemikiran Hobbes berakar pada empirisme (berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti 'berpengalaman dalam, berkenalan dengan'). Empirisme menyatakan bahwa pengalaman adalah asal dari segala pengetahuan. Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati. Segala yang ada ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia, dan sama sekali tidak tergantung pada rasio manusia (bertentangan dengan rasionalisme). Dengan menyatakan yang benar hanyalah yang inderawi, Hobbes mendapatkan jaminan atas kebenaran. Tentang kemandirian filsafat Hobbes dikenal sebagai salah seorang perintis kemandirian filsafat. Hobbes berpendapat bahwa selama ini, filsafat banyak disusupi gagasan religious. Hobbes menegaskan bahwa obyek filsafat adalah obyek-obyek lahiriah yang bergerak beserta ciri-cirinya. Menurutnya, substansi yang tak dapat berubah, seperti Allah, dan substansi yang tak dapat diraba secara empiris, seperti roh, malaikat, dan sebagainya, bukanlah obyek dari filsafat. Hobbes menyatakan bahwa filsafat harus membatasi diri pada masalah kontrol atas alam. Berdasarkan pemikiran tersebut, Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang di dalam filsafat, yakni:
- Geometri, yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang.
- Fisika, yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak mereka.
- Etika, yang dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya, refleksi atas hasrat dan perasaan manusia serta gerak-gerak mentalnya.
- Politik, yang adalah refleksi atas institusi-institusi sosial. Hobbes menyatakan bahwa keempat bidang tersebut saling berhubungan satu sama lain. Karena itulah, Hobbes berpandangan bahwa masyarakat dan manusia dapat dilihat melalui gerak dan materi dalam fisika.
Hobbes menyatakan, tetapi secara alami hedonis yang egois - “dari tindakan sukarela dari setiap orang, tujuannya adalah baik untuk dirinya sendiri”. Seperti motif manusia itu, dalam keadaan alam, dipandu oleh kurang beradab kepentingan pribadi bisa, jika dibiarkan, memiliki konsekuensi yang sangat merusak. Waktu tidak terkendali, manusia, didorong oleh dinamika internal mereka, akan kecelakaan terhadap satu sama lain. Hobbes mencoba untuk membayangkan apa yang akan masyarakat seperti dalam “keadaan alamiah” . Kesimpulannya adalah: hidup akan “menyendiri, miskin, keji, kasar dan pendek”, sebuah “perang bagi setiap orang melawan setiap orang”. Hobbes menyimpulkan bahwa yang layak, bekerja masyarakat akan timbul sebagai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang bersaing ini. Logikanya sederhana. Setiap orang yang benar alam membenarkan kekerasan terhadap orang lain.
Tentang pengenalan
Sebagai penganut empirisme,
Hobbes menganggap bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman semata-mata.Tidak
seperti kaum rasionalis, pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai
fungsi mekanis. Pengenalan dengan akal dimulai dengan kata-kata yang menunjuk
pada tanda-tanda tertentu yang sebenarnya sesuai dengan kebiasaan saja. Pengertian-pengertian umum hanyalah nama
belaka, yaitu sebagai nama bagi gambaran-gambaran ingatan tersebut, bukan nama
benda pada dirinya sendiri. Pengamatan indrawi terjadi karena gerak benda-benda
di luar manusia yang menyebabkan adanya rangsangan terhadap indra manusia.
Rangsangan tersebut diteruskan ke otak, dan dari otak ke jantung. Di
dalam jantung timbullah reaksi tertentu yang merespons pengamatan tersebut.
Manusia
Hobbes membandingkan manusia dengan sebuah jam tangan yang bergerak secara teratur karena ada onderdil-onderdil di dalamnya. Hobbes memandang manusia secara mekanis belaka. Manusia adalah setumpuk material yang bekerja dan bergerak menurut hukum-hukum ilmu alam. Misalnya saja, pandangan bahwa manusia memiliki kodrat sosial, kebebasan, keabadian jiwa, dan sebagainya. Jiwa dan akal budi hanya dianggap sebagai bagian dari proses mekanis di dalam tubuh. Kesimpulan akhir Hobbes mengenai faktor penggerak manusia adalah psikis manusia, yakni nafsu. Nafsu yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata lain, ketakutan akan kehilangan nyawa. Dari dasar pemikiran itulah Hobbes kemudian merumuskan pandangannya tentang negara yang amat terkenal. setiap orang berbuat baik.
Terbentuknya Negara
Menurut Hobbes, manusia tidaklah bersifat sosial. Manusia hanya memiliki satu kecenderungan dalam dirinya, yaitu keinginan mempertahankan diri. Karena kecenderungan ini, manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain. Keadaan ini mendorong terjadinya "perang semua melawan semua" Inilah "keadaan alamiah" saat belum terbentuknya negara. Akan tetapi, jika terus-menerus terjadi perang semua melawan semua, tentu saja eksistensi manusia juga terancam. Untuk itu, manusia-manusia mengadakan sebuah perjanjian bersama untuk mendirikan negara, yang mengharuskan mereka untuk hidup dalam perdamaian dan ketertiban.
Status Negara
Berkuasa secara mutlak dan berhak menentukan
nasib rakyatnya demi menjaga ketertiban dan perdamaian. Status mutlak dimiliki
negara sebab negara bukanlah rekan perjanjian, melainkan hasil dari perjanjian
antar-warga negaraArtinya, di dalam perjanjian membentuk negara, setiap warga
negara telah menyerahkan semua hak mereka kepada negara. Akan tetapi, negara
sama sekali tidak punya kewajiban apapun atas warganya, termasuk kewajiban
untuk bertanggung jawab pada rakyat. Negara berada di atas seluruh warga negara dan
berkuasa secara mutlak. Kemudian negara juga berhak menuntut
ketaatan mutlak warga negara kepada hukum-hukum yang ada, serta menyediakan
hukuman bagi yang melanggar, termasuk hukuman
mati. Pembatasan kekuasaan NegaraJikalau
kekuasaan negara begitu mutlak dan tidak dapat dituntut oleh warga negara,
bukankah potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh negara menjadi amat besar? Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, Hobbes menyatakan dua hal:
Pertama, perlu ada kesadaran dari pihak yang
berkuasa mengenai konsep keadilan, sebab kelak perbuatannya harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dalam pengadilan terakhir.
Kedua, jika negara mengancam kelangsungan
hidup warga negara, maka setiap warga negara yang memiliki rasa takut terhadap
kematian akan berbalik menghancurkan negara, sebelum negara menghancurkan
mereka. Pada situasi tersebut, masyarakat akan kembali ke "keadaan
alamiah" untuk selanjutnya membentuk negara yang lebih baik, dan
seterusnya.
Pemikiran politik
Thomas Hobbes,Eddy
SurantaPemikiran politik Thomas Hobbes kiranya dapat kita lihat dari
pemikirannya tentang negara. Hobbes membayangkan keadaan asali, saat
manusia-manusia mengadakan kontrak social, semacam perjanjian damai yang
menjadi dasar kehidupan sosial. Akan tetapi, karena perjanjian macam ini rapuh,
mereka menyerahkan kekuasaan dan hak-hak kodrati mereka semua kepada sebuah
lembaga yang disebut negara. Katanya, perjanjian tanpa pedang adalah omongan
saja, dan tak ada kekuatan yang mengamankan manusia. Karena itu, manusia butuh
negara yang memonopoli penggunaan kekerasan. Negara ini hanya memiliki hak atas
ratyak untuk memaksakan norma-norma dan ketertibannya, dan tidak memiliki
kewajiban, maka bersifat absolut. Sumber Internet:
http://www.wikipedia.com
http://www.blupete.com/Literature/Biographies/Philosophy/Hobbes.html
http://plato.stanford.edu/entries/hobbes-moral/
http://www.iep.utm.edu/h/hobmoral.htm
http://plato.stanford.edu/entries/hobbes-moral/
http://www.iep.utm.edu/h/hobmoral.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar