Sabtu, 28 April 2012

Resensi Pemberontakan Petani Banten


Identitas Buku :
Judul Asli                    : The Peasants’ Revolt of Banten in 1888
Judul Buku                  : Pemberontakan Petani Banten 1888
Peterjemah                  : Hasan Basari
Pengarang                   : Prof. Dr. Sartono Kartodidjo
Penerbit                       : PT. Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbit                : 1984, Cetakan Pertama
Tebal Buku                  : 510 halaman













PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN 1888
( Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya)

Keresahan – Keresahan yang Terjadi Sebelum Pemberontakan
            Buku yang berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888 menceritakan tentang pemberotakan yang dilakukan oleh para petani di daerah Jawa Barat khususnya Banten. Pada abad 19 Banten merupakan pusat pemberontakan jadi cukup alasan untuk menamakannya sebagai persemaian kerusuhan yang terkenal. Dalam pengataman daerah Jawa khususnya Banten adalah daerah yang paling rusuh sejak dulu. Pemberontakan yang terjadi sangat singkat antara tanggal 9 Juli sampai 30 Juli. Pemberontakan di Banten merupakan pemberontakan yang memakai agama sebagai kedok. Pemberontakan terjadi akibat masuknya perekonomian barat yang tidak diinginkan para petani dan pengawasan politik yang merongrong tatanan masyarakat tradisional. Pemberontakan yang dilakukan oleh para petani ini tidak dilakukan para petani yang berada dikalangan bawah, akan tetapi dilakukan oleh para petani dikalangan atas. Tidak hanya para petani saja yang melakukan pemberotakan, akan tetapi justru lebih banyak dilakukan oleh para ahli agama, seperti yang diceritakan dalam buku tersebut pemberontakan memang dipimpin oleh para ulama – ulama seperti Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Wasid. Haji Abdu Karim yang merupakan seorang ulama yang besar dan terkenal karena seorang yang menonjol dalam hal keagamaan. Pemberontakan kebanyakan dipimpin oleh kalangan atas lama yang ada di pedesaan kaum elite agama serta kaum bangsawan, mereka para pemimpin pemberontakan sebagai sarana untuk mengungkapkan keinginan para petani dan untuk menyalurkan kekuatan kaum petani.
            Pemberontakan yang banyak terjadi di Banten karena adanya faktor – faktor tertentu adanya keresahan sosial dapat dicontohkan terjadinya disintegrasi tatanan tradisional karena semakin memburuknya system politik dan tumbuhnya kebencian religius terhadap penguasa – penguasa asing, sehingga dapat memunculkan pemberontakan – pemberontakan pada abad 19. Aspek politik  yang paling menonjol dalam pemberontakan tersebut karena kebencian rakyat terhadap pamongpraja dan perlawanan terhadap sewa tanah yang akan diterapkan oleh pemerintah kolonial di agen – agennya.  Langkanya uang dan rendahnya hasil – hasil petani memunculkan pemberontakan untuk menyampaikan ketidakpuasan dan dendam mereka. Pemberontakan ini juga karena diperkuat karena adanya kekuasaan para orang – orang kafir atau bisa disebut penganut milenari atau mesianik. Pemberontakan – pemberontakan tersebut bersifat revolusioner yang mempunyai tujuan untuk menghancurkan birokrasi yang korup dan menumbangkan sistem pemerintahan yang dibangun oleh penguasa asing. Pemberontakan tersebut juga dapat dipandang untuk merebut kekuasaan politik yang dikuasai oleh pamongpraja kolonial, akan tetapi dalam pemberontakan tersebut pihak pamongpraja kolonial yang selalu menang karena golongan – golongan yang memberontak lemah dalam bidang organisasi.
            Pada tahun 1809 segerombolan bajak laut mengibarkan bendera pemberontakan sebagai jawaban atas kerja yang melampaui batas oleh Daendels. Pemberontakan yang terdiri dari gerombolan – gerombolan partisan yang dipimpin oleh Ngabehi Adam, Haji Yamin, Ngabehi Utu dan Ngabehi Ikram merupakan terdiri dari orang – orang gelandangan dan para pembajak. Bagi mereka kekayaan yang mereka rampas adalah untuk membantu anggota – anggota dan untuk menarik pengikut lebih banyak.
            Pemberontakan dimulai dan meletus di Cilegon, Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail mengadakan kontak yang erat dengan  pemimpin – pemimpin pemberontakan lainnya. Cilegon merupak sasaran pertama karena merupakan tempat tinggal para pejabat – pejabat pamongpraja, Eropa dan pribumi yakni asisten residen, kontrolir muda, patih, wedana, jaksa, asisten wedana, ajun kolektor, kepala penjualan garam dan pejabat lainnya yang dibawah pemerintah kolonial. Sasaran pertama adalah rumah Dumas, seorang juru tulis di kantor asisten residen, akan tetapi Dumas berhasil melarikan diri kerumah tetangganya yaitu ke rumah Jaksa, akan tetapi nantinya Dumas akhirnya berhasil dibunuh oleh para pemberontak di persembunyiannya di rumah seorang Cina yaitu Tan Ken Hok, ia ditembaki oleh para pemberontak dan mayatnya ditemukan dipinggir jalan yang menuju arah Bojonegoro. Sepasukan pemberontak diperintahkan menuju Kepatihan, Patih termasuk orang yang akan hendak dibunuh oleh para pemberontak, karena sikapnya yang sinis soal agama – agama dan kebijaksanaannya yang keras serta memberlakukan peraturan – peraturan dari Pemerintah.

Serangan Umum
            Serangan umum yang terjadi dikerahkannya sepasukan pemberontak dibawah pimpinan Kiyai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Anjarwinangun menuju gardu di Pasar Jombang Wetan. Para pemberontak tersebut selalu menyebut kata “Sabil Allah” disetiap awal penyerangan. Gerombolan dari utara dipimpin oleh Haji Wasid, Kiyai Haji Usman dari Tunggak, Haji Abdul Gani dari Beji dan Haji Nasiman dari Kaligundu. Pada akhirnya mereka bergabung dan menjadi jumlah massa yang sangat banyak. Pemimpin utama operasi ini adalah Haji Wasid. Pasukan pertama dipimpin oleh Lurah Jasim, pasukan kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dari Beji dan Haji Usman dari Arjawingun dan pasukan terakhir dipimpin oleh Kiyai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Tunggak.
            Para pejabat – pejabat yang mulai ketakutan karena situasi yang mencekam berusaha menyelamatkan diri. Jaksa beserta istrinya bersembunyi di rumah Ajun Kolektor, dan istri Gubbels, Wedana, dua orang opas – Sadik dan Mian bersama orang – orang lainnya bersembunyi di penjara. Disini kekuasaan asing benar – benar berhadapan oleh para pemberontak.
            Pemberontakan yan dipimpin oleh Lurah Jasim bergerak menuju rumah Jaksa dan Ajun Kolektor. Tempat lain yang menjadi sasaran pemberontakan adalah rumah Asisten Residen dibawah pimpinan Kiyai Haji Tubagus Ismail kemudian bergerak menuju rumah Asisten Residen tersebut. Asisten Residen juga membawa serta babu2nya dan dua orang anak Gubbels yaitu Elly dan Dora yang bersembunyi di samping istal. Kedua anak Gubbels nantinya juga ikut dibunuh oleh pemberontak, akan tetapi seorang babu yaitu juru masak tidak dibunuh dan diberi kesempatan untuk melarikan diri dan menjadi Muslim. Kekejaman lainnya dialami oleh kepala penjual di gudang penjualan. Akan tetapi Bachet sempat melakukan serangan terhadap pemberontak, yaitu dengan menembak para pemberontak dan yang terkena tembakan Bachet adalah Sadik dan Kimbu, keduanya tewas. Tapi pada akhirnya Bachet berhasil dibunuh oleh para pemberontak dan tiga anak kecil yang bersamanya selamat, sementara tinggal dirumah Ramidin.
            Paginya, pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Lurah Jasim bergerak ke Penjara, mereka membebaskan para tahanan, narapidana yang paling terkenal adalah Agus Suradikaria, ia dipenjara akibat berbagai kejahatan seperti perkosaan dan korupsi. Agus Suradikaria awalnya merupakan Asisten Wedana Merak, tapi kemudian dipecat. Pada waktu itu Agus Suradikaria bergabung dengan kaum pemberontak dan menjadi pimimpin dalam setiap kerusuhan. Ketika berada di dalam penjara terdapat dua orang yang tertangkap oleh para pemberontak yaitu Ardaman dan Mian, mereka diseret dari persembunyian akan tetapi keduanya tidak dibunuh dan harus menjadi pengikut pemberontak, tapi tidak lama mereka kemudian melarikan diri.
            Patih Raden Penna adalah orang yang juga dibenci oleh para haji. Tempat tinggal Patih yaitu di Kepatihan menjadi sasaran bagi kaum pemberontak. Padahal Kepatihan waktu itu menjadi persembunyian oleh para korban. Orang – orang yang berlindung disana adalah Istri Patih, Raden Kenoh, Raden Nuni, Nyai Raden Arsian, istri Gubbels, istri Dumas dan ketiga anaknya, Wedana dan Kepala Penjara. Wedana dan Kepala penjara tertangkap dan harus mengucapkan syahadat serta harus ikut dalam pemberontakan. Istri Gubbels yang tidak ikut rombongan ke Kampung Baru akan tetap justru melarikan diri kea rah Serang, akan tetap ditengan jalan bertemu dengan Nyai Kamsidah istri dari Haji Iskak. Pertemuan tersebut kemudian menjadi awal perkelahian sengit antara keduanya. Ketika Nyai Kamsidah meminta tolong, datanglah kedua orang pemberontak yang kemudian menyerang istri Gubbels dan menyemprotkan suatu cairan ke matanya.
            Pengejaran terhadap orang – orang yang melarikan diri. Pengejaran yang pertama dilakukan Grondhout, akan tetapi ia dan kelurganya langsung berlindung ke Kepatihan untuk sementara waktu. Ketika tiba ke Temuputih anak dari Ajun Kolektor, Nyai Mas Nganten bergabung denagnn mereka. Di Ciwaduk mereka bertemu dengan mantri cacar, Mas Ranggawinata beserta keluarga dan mereka sepakat melanjutkan perjalanan ke Anyer dimana mereka mengharapkan bertemu dengan Asisten Residen disana. Ketika sampai di Gardu Kusambi Buyut mereka berhadapan dengan para pemberontak, dan rombongan tersebut dipisahkan. Pada akhirnya Grondhout mati dihantam dengan batu. Pemburu utama dari Grondhout adalah Lurah Kasar sendiri, Haji Masna, Sarip, Haji Hamim dan Haji Kamad. Mary Bachet, August Bachet, dan Anna Canter Vischer tidak diperbolehkan tinggal di desa – desa yang dilalui, karena mereka kafir. Menurut Agus Suradikaria yang menyebabkan penderitaan rakyat adalah pajak yang sangat berat tanpa belas kasihan yang dibebankan kepada rakyat. Pada waktu itu salah satu sasaran pembunuhan terlupakan satu orang yaitu Raden Awimba, dan ketiga kalinya ia melarikan diri dari para pemberontak.
            Jaksa, Ajun Kolektor, Opas Miran bersama dengan Wedana dan Kepala Penjara mereka mengucapkan sumpah untuk ikut dalam pemberontakan. Akan tetapi Wedana, Jaksa, dan Ajun Kolektor berhasil dibunuh di alun – alun. Menurut laporan mereka menjadi korban balas dendam Agus Suradikaria tapi masih ada pendapat – pendapat lain yang pernyataannya berbeda. Yang menarik adalah ketika periode itu yang menjadi raja adalah Agus Suradikaria dan Haji Tubagus Ismail akan tetap para pemberontak member hormat kepada Haji Wasid sebagai “Raja Islam”, akan tetapi ia menolak dan masih mengakui Haji Tubagus Ismail sebagai atasannya.
            Peristiwa yang penting adalah pengejaran terhadap Asisten Residen yaitu Gubbels, walupun pada awalnya Asisten Residen tidak mengetahui dan tidak menghiraukan telah terjadi pemberontakan dan ia nekat pergi ke Cilegon untuk menengok keluarganya. Akan tetapi disana ternyata telah terjadi pemberontakan dan ditengah perjalanan ia bertemu dengan para pemberontak dan mendapatkan luka akibat tusukan di perut. Gubbels pada waktu itu ingin mempertahankan, akan tetapi bisa juga dirobohkan oleh para pemberontak. Di markas pemberontak yaitu berada di rumah Asisten Residen.  Disana sudah ada Mary Banchet, August Banchet dan Anna Canter Visscher yang sudah tiba lebih dulu. Mary Banchet merupakan calon istri dari Tuan Raja. Di rumah Asisten Residen diadakan pesta, disana terjadi pembakaran dokumen  serta arsip – arsip yang diambil dari kantor Ajun Kolektor. Pembakaran tersebut atas perintah dari Haji Wasid sendiri.  Pada saat itu Raden Penna mulai bertindak denagn cara mengerahkan pasukannya untuk melawan pemberontak yang berada di Cilegon. Pemberontakan juga terjadi di kecamatan – kecamatan, seperti Bojonegoro, Balagendung, Krapyak, Gogrol, dan Mancak.  Pada tanggal 9 Juli para pemberontak berkumpul di Bendung, Trumbun, Kubang, Kaloran dan Kaganteran. Mereka membentu suatu kelompok – kelompok yaitu kelompok pertama yang dipimpin oleh Haji Muhamad Asik, pasukan yang kedua dipimpin oleh Haji Mohamad Kanapiah dan Haji Muhidin serta pasukan yang ketiga dipimpin oleh Katab yaitu seorang pedagang tembakau.
            Dapat diketahui kaum pemberontak hanya menghadapi perlawanan terhadap perorangan saja. Kekalahan dari pemberontak sendiri sebenarnya karena tidak adanya rencana pertahanan di pihak mereka dan bukan akibat dari tibdakan dari pejabat – pejabat setempat.
           


Penumpasan Pemberontakan
            Para pemberontak pada waktu itu mendengar kabar buruk, bahwa pasukan induk mereka telah dibubarkan setelah reaksi dari pihak pemerintah. Sejak awal rencan para pemberontak adalah menduduki Serang dan bertujuan untuk membantai para pamongpraja yang sangat mereka benci. Bupati dan Krontolir berusaha menghentikan para pemberontak agar menghentikan rencana mereka, namun para pemberontak tidak mengindahkan dan tentara melepaskan tembakan yang menewaskan sembilan pemberontak. Satu pukulan yang dihadapkan para pemberontak adalah tewasnya kawan seperjuangan mereka dan banyak teman – teman mereka yang luka – luka serta kekalahan bentrokan di Toyomerto yang membuat para pemberontak tidak lagi bersemangat. Para pemimpin – pemimpin pemberontakan yang kemudian ditangkap oleh para tentara. Pimpinan Kapten de Brauw melakukan pembersihan dalam pemberontakan, dengan cara menembaki siapa yang membangkang. Akan tetapi para pemimpin pemberontak bersembunyi di Ciora Kulon dan pasukan militer segera bergerak ke tempat tersebut. Desa yang paling banya kaum pemberontak adalah desa Kedung dan Trate Udik, maka para militer terlebih dahulu memasuki desa tersebut. Pengejaran dilakukan secara terus menerus, akan tetapi hasilnya mengecewakan karena tidak dapat menangkap pemimpin – pemimpin pemberontakan. Pemerintah menawarkan hadiah lima ratus gulden yang barang siapa dapat menemukan para pemimpin pemberontakan yang terkemuka. Tetapi disini kaum pemberontak terus berjuang dengan adanya peristiwa pembakaran rumah mandor gardu. Para pemberontak terus berpindah – pindah tempat mengikuti pemimpinnya, karena terus diburu oleh pemerintah. Diantara para pemimpin mereka saling memisahkan diri karena situasi yang tidak menentu. Para pemberontak ini akhirnya melakukan perlawanan sendiri – sendiri. Para pemimpin yang menemui ajal terlebih dahulu adalah Haji Iskak yang diserang oleh orang yang tak dikenal, kemudian Haji Madani dan Haji Jahli yanh juga akhirnya meninggal. Sedangkan pemberontak yang dapat melarikan diri antara lain Haji Jafar, Haji Arja, Haji Saban walaupun pada akhirnya mereka dapat tertangkap juga. Yang paling menarik disini adalah hanya Haji Sapiudin, Haji Kapiludin, Haji Abdulhalim yang paling sulit ditemukan jejaknya. Diperlukan waktu dua minggu untuk memburu para pemberontak tersebut dan jumlahnya yang tidak dapat diperkirakan.
            Pemberontakan baru telah direncanakan Haji Akhmad yang akan dimulai pada akhir bula puasa. Dalam satu kelompok terdiri dari empat puluh orang. Mereka dendam kepada pemerintah karena dibuang atau mungkin dibunuhya para pemimpin mereka. Para pemberontak baru ini bersepakatan untuk membunuh para pamongpraja baik dari pribumi ataupun Eropa. Beberapa pemberontak yang berbalik arah menjadi informan bagi pihak pemerintah. Haji Abdulsalam disebut – sebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas pemberontakan dan berbagai kerusuhan lainnya. Satu hal yang tidak boleh terlupakan adalah harusnya ada penghargaan bagi pemerintah atau pejabat – pejabat yang berjasa menumpas pembeontakan. Pemusnahan pemberontakan harusnya mendatangkan kehormatan. Yang paling berjasa dalam pengejar antara lain R. T. Sutadiningrat, R. T. Kusumaningrat, bupati Caringan, Haji Jamaludin, dan masih banyak lagi.









KESIMPULAN

            Dapat disimpulkan bawasannya pemberontakan yang terjadi di Banten karena berbagai sebab. Sebab – sebab tersebut antara lain pajak yang dikenakan pada rakyat miskin terlalu berat, masuknya perekonomian barat,  serta adanya fanatikisme di dalam agama. Para pemberontak menyampaikan ketidakpuasannya terhadap pemerintah denag cara pemberontakan didaerah – daerah di Banten khususnya. Para pemberontak juga berasal dari elite – elite agama yang menjadi pemimpin. Para elite agama ini juga menumpas para orang – orang yang dianggap menganut pahan milenari atau mesianik.
            Ketidakpuasan rakyat kecil khususnya petani yang pada akhirnya melakukan pemberontaka denga cara membunuh para pejabat – pejabat pemerintah colonial pada saat itu. Walaupun pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat diredam dengan cara penangkapan para tokoh – tokoh pemberontak dan pemimpin – pemimpin yang dibang dan ada juga yang dibunuh.









v  Kekurangan buku:
Ø  Kalimat sulit dipahami sehingga harus berulang – ulang kali membacanya.
Ø  Penggunaan kata – katanya tidak mudah dipahami oleh pembaca.
v  Kelebihan buku:
Ø  Penyajiannya cukup lengkap dalam menceritakan pemberontakan di Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar